Tampilkan postingan dengan label PEMUDA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PEMUDA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Mei 2017

KEBIJAKAN BUPATI HUMBAHAS DINILAI HANYA JANJI

Persawahan PAPATAR (15/04/2017)
Petani HUMBAHAS (Ingin) HEBAT

"Bahen Mura Arga ni Pupuk"  Kalimat ini benar-benar mampu memikat para Petani Humbang Hasundutan dikala pesta demokrasi tahun-tahun kemarin. Hak ini jelas disampaikan oleh banyak masyarakat Humbang Hasundutan di PAPATAR saat beramah-tamah dengan tim Survey Gen-PAPATAR minggu kemarin.

Melihat kondisi Humbang Hasundutan yang masyarakatnya mayoritas sebagai petani tentu "Pupuk" adalah hal yang begitu pokok bagi mereka.

Kelompok tani saat ini begitu hangat-hangatnya di Humbang Hasundutan ternyata di sebagian besar wilayah tidak begitu memberi manfaat yang berarti.

"Kita akui, memang kehadiran kelompok tani kali ini kita apresiasi. Tapi, bagi kami dan sebagian besar di Humbang Hasundutan. Kami rasa program ini sangat-sangat perlu dikaji ulang. Peran pemerintah dalam merangkul petani sangatlah perlu. Kami masyarakat buta soal ilmu pertanian modern. Sementara, kondisi lahan pertanian saat ini sudah harus disentuh dengan otak-otak para ahli pertanian, kalau ingin ada kemajuan pertanian kita", demikian dipaparkan oleh seorang petani yang saat itu kami jumpai di wilayah Simanullang Toruan Pakkat, Tarabintang hingga Parlilitan

 
Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Tidak semata-mata menerka-nerka apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya.

Selain itu dari pengakuan mereka, saat ini mereka tidak merasakan ada harga pupuk yang murah. "Dari dulu sampai sekarang persoalan harga pupuk ini masih menjadi penghalan terhadap kualitas pertanian" demikan mereka sampaikan.

Dari survey yang kami lakukan, saat ini yang paling dibutuhkan masyarakat adalah Sentuhan nyata pemerintah dalam memberi "Pencerdasan" bagaimana bertani. Tentu bertani yang lebih baik dari yang selama ini yang manq hasil pertanian hanya cukup bahkan kurang untuk konsumsi sehari-hari. Karena jika hanya demikian, baiknya status pekerjaan mereka yang di KTP tak lagi layak dicantumkan.

Bertani untuk mencukupi kebutuhan dan mampu menopang perekonomian daerah, itulah harapan kita.

Kami yakin pemerintah terkait mampu menjawab keluhan masyarakat. Banyak hal yang bisa dilakukan. Memaksimalkan fungsi Penyuluhan Pertanian kami pikir sangat perlu.

Mesin2 pertanian seperti sekarang ini tidak akan berdampak banyak. Karena mereka yang di daerah perbukitan tidak mungkin butuh itu.

Salam Peduli Humbang Hasundutan dari kami Generasi PAPATAR.
Gen Papatar

Selasa, 11 April 2017

SULTAN SYAHRIR QUOTES

Sutan Sjahrir Quotes
"Tiap persatuan hanya akan bersifat taktis , temporer dan karna itu insidental. Usaha -usaha untuk menyatukan secara paksa hanya akan menghasilkan anak banci , persatuan semacam itu akan terasa sakit , tersesat dan merusak pergerakan" #Sutan Sjahrir
"Hidup yang tak diperjuangkan Tak dapat dimenangkan" #Sutan Sjahrir
"Dan hanya semangat kebangsaan , yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan, Yang dapat mengantar kita maju dalam sejarah dunia" #Sutan Sjahrir
"Nietzsche itu kebudayaan, Nietzsche itu seni, Nietzsche itu genius" #Sutan Sjahrir
"Perjuangan kita sekarang ini tak lain dari perjuangan untuk mendapat kebebasan jiwa bangsa kita. Kedewasaan bangsa kita hanya jalan untuk mencapai kedudukan sebagai manusia dewasa bagi diri kita." #Sutan Sjahrir
 "Partai itu tidak perlu banyak anggota, sedikit saja jumlahnya, asal paham, militan, menguasai keadaan, serta memahami teori-teori perjuangan" #Sutan Sjahrir
"Nasionalisme yang Soekarno bangun di atas solidaritas hierarkis,feodalistis sebenarnya adalah fasisme, musuh terbesar kemajuan dunia dan rakyat kita"  #Sutan Sjahrir

Sumber :

- Buku Sjahrir peran besar bung kecil.


SULTAN SYAHRIR | ARSITEK DIBALIK KEMERDEKAAN



Masa Kecil-Remaja (1909-1929)
Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang - Hindia Belanda, pada tanggal 5 Maret 1909. Ia merupakan anak seorang Jaksa lokal yang bernama Mohamad Rasad Gelar Maharajo Sutan, dan ibu bernama Puti Siti Rabiah. Ketika Sjahrir berusia empat tahun, ayahnya diangkat oleh Sultan Deli untuk menjadi kepala jaksa sekaligus penasihat di Kesultanan Deli.
Pengangkatan jabatan yang sangat bergengsi ini membuat orangtua memiliki dana yang cukup untuk menyekolahkan Sjahrir di sekolah-sekolah berkualitas di Medan dan Bandung. Di Medan, Sjahrir mengenyam pendidikan di ELS & MULO terbaik di Medan (ELS & MULO itu istilah SD & SMP jaman Belanda). Setelah lulus dari MULO tahun 1926, Sjahrir melanjutkan sekolahnya ke AMS paling bergengsi di Bandung (AMS istilah SMA zaman Belanda).
Punya kesempatan besekolah di tempat bergengsi dengan kondisi finansial orangtua yang berkecukupan gak bikin Sjahrir takabur, tapi justru dia pertanggungjawabkan dengan optimal. Selama bersekolah, Sjahrir dianggap bintang kelas yang sangat cerdas, rajin baca buku filsafat, dan sangat aktif dalam berbagai macam kegiatan. Dari mulai klub teater, bermain musik biola, sampai ikut club sepak bola di Bandung.
Saat sebagian anak-anak muda Indonesia jaman sekarang males-malesan sekolah, Sjahrir remaja malah MENDIRIKAN SEKOLAH untuk kaum miskin di Bandung pada umur 18 tahun! Sekolah rakyat ini dia kasih nama Tjahja Volksuniversiteit atau dalam bahasa Melayu berarti “Universitas Rakyat Cahaya”. Di lembaga pendidikan ini, entah berapa banyak anak-anak kurang mampu di Bandung yang diajari membaca dan menghitung secara gratis.
Foto para pendiri PNI yang merupakan arsip dari gedung Museum Sumpah Pemuda.
Serpak terjang Sjahrir remaja gak cuma dalam bidang sosial aja, bersama temen-temennya, Sjahrir mendirikan sebuah klub diskusi politik untuk para pemuda di Bandung, yang dinamakan Patriae Scientiaeque. Kegiatannya di klub diskusi itu membawa takdir pertemuan dengan sosok aktivis lain dari klub debat tetangga (Algemenee Studie Club), yang dipimpinan seorang mahasiswa Bandung Technische Hogeschool (ITB) bernama Koesno (alias Ir.Sukarno).
Sampai akhirnya, Sukarno (26 tahun) bersama teman-temannya di klub diskusi mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927. Dalam partai itu, Sjahrir (18 tahun) dipercaya untuk mengurus organisasi pemuda PNI yang awalnya disebut Jong Indonesien, lalu berubah nama menjadi Pemuda Indonesia. Bentuk kepercayaan yang diberikan pada Sjahrir ini ia manfaatkan untuk membuat momentum bersejarah bersama dengan Jong Indonesien pada tahun 1928, dengan mewujudkan Kongres Pemuda Indonesia II yang menghasilkan semangat perjuangan baru, bernama Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Sekarang lo bayangin sosok seperti apa Sjahrir ketika remaja? Udah mah juara kelas, doyan baca buku, punya jiwa seni, pandai main biola, suka olahraga, rajin diskusi politik, mendirikan sekolah untuk anak-anak miskin, hingga ikut mewujudkan momentum pemberontakan yang sangat bersejarah bagi bangsa kita, yaitu Sumpah Pemuda. Semua itu dia lakukan ketika beliau belum genap berumur 19 tahun! Emang sakti abis nih sang (calon) Bapak Bangsa kita!
Masa Studi di Belanda & Perjuangan Awal (1929-1935)
Setelah lulus dari AMS tahun 1929, Sjahrir melanjutkan kuliah di Eropa, tepatnya di Fakultas Hukum Universiteit van Amsterdam. Tidak lama banget setelah keberangkatan dirinya ke Amsterdam, pemimpin Hindia Belanda waktu itu Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff, ngeluarin perintah buat nangkepin pemimpin-pemimpin PNI termasuk Sukarno, Gatot Mangkupradja, dkk di tanah Hindia Belanda. Nyaris banget Sjahrir ikut ditangkep, untung keburu kabur kuliah!
 Sjahrir muda, saat kuliah di Belanda | sumber foto : dokumentasi TEMPO
Pada masa awal kuliahnya, Sjahrir aktif mengikuti kegiatan sebuah klub studi yang bernama Sociaal Democratische Studenten Club. Klub studi yang diikutin sama Sjahrir ini merupakan bentukan dari Partai Sosialis Demokrat Belanda (Sociaal Demokratische Arbeiderspartij - SDAP). Pada klub inilah, Sjahrir untuk pertama kalinya membedah secara mendalam gagasan-gagasan politik kelas dunia yang sedang bergelora saat itu, seperti pemikiran Friedrich Engels, Otto Bauer, Karl Marx, Rosa Luxemburg, dan filsuf kelas dunia lainnya. Mendapatkan kesempatan pendidikan di Eropa benar-benar membuat pemikiran Sjahrir menjadi terbuka dari berbagai macam gagasan serta situasi politik internasional yang sedang terjadi.
Sampai pada akhirnya, karena masalah keuangan keluarga, Sjahrir terpaksa harus pindah dan tinggal di rumah ketua klub SDAP sekaligus sahabatnya, Salomon Tas. Sejak saat itu Sjahrir pindah kuliah ke Universiteit Leiden dan mulai belajar mandiri dan bekerja di sebuah perusahaan transportasi. Pengalaman pertamanya bekerja itu, membuat Sjahrir betul-betul merasakan ketidakadilan bagi kaum pekerja. Pengalamannya bekerja serta aktivitasnya di serikat buruh inilah yang membuat pemikiran Sjahrir semakin terarah pada gagasan sosialis demokratis yang mengusung kesetaraan dan keadilan.
Sementara itu, pergerakan awal untuk membebaskan Hindia Belanda sudah dimulai oleh para senior Sjahrir, tepatnya oleh gerakan Perhimpunan Indonesia (PI) di Rotterdam yang saat itu diketuai oleh Mohammad Hatta. Singkat kata, Bung Hatta yang saat itu lagi ribet oleh berbagai macam hal, memerlukan sosok pendamping. Berita tentang seorang pemuda berbakat yang bernama Sjahrir membuat Hatta memanggilnya untuk membantu pergerakan dari Perhimpunan Indonesia sebagai sekretaris.
Sejak saat itulah, duet maut 2 (calon) Bapak Bangsa Indonesia yang berbeda umur cukup jauh ini dipertemukan dan mulai beradu gagasan kenegaraan demi cita-cita gila mereka untuk memerdekakan Indonesia. Namun demikian, duet maut ini sempat mengalami kendala karena konflik internal dalam PI, dimana sebagian besar anggotanya menginginkan perjuangan kemerdekaan dari arah ideologi komunis, sementara Sjahrir dan Hatta lebih cenderung ke arah sosialis & nasionalis. Akhirnya Hatta dan Sjahrir pun dikeluarin dari keanggotaan PI.
Sementara itu, keadaan perjuangan di tanah air juga sedang terhambat. Terutama pasca penangkapan Soekarno tahun 1929 oleh de Graeff, pergerakan kemerdekaan yang tadinya dimotori oleh PNI semakin ciut. Terlebih lagi, pecahan PNI yang membentuk partai baru bernama Partindo malah bersikap cenderung kooperatif terhadap pemerintah Hindia-Belanda. Ketika pergerakan kemerdekaan Indonesia hampir padam sepenuhnya, Hatta & Sjahrir segera membentuk surat kabar yang dinamakan Daulat Ra’jat untuk terus menyuarakan suara pemberontakan pada Hindia Belanda untuk membakar semangat pemberontakan.
Selain aktif menulis di surat kabar, Hatta dan Sjahrir yang gemas dengan gerakan lapangan akhirnya memutuskan untuk membentuk kembali PNI-Baru tahun 1931. Berbeda dengan PNI-Lama bentukan Sukarno yang bersifat menggalang massa secara serabutan, PNI-Baru ini lebih bersifat ke kaderisasi yang mengutamakan pendidikan bertahap bagi para anggotanya untuk menjadi aktivis pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kalo Sukarno fokus pada kuantitas, Sjahrir & Hatta fokus pada kualitas. Nah, pada titik inilah Sjahrir & Hatta kembali menegaskan bentuk perjuangan mereka bahwa cita-cita mereka bukan sekedar mendapat kedudukan setara dengan Kerajaan Belanda sebagai anggota persemakmuran, tapi untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka sepenuhnya.
Memulai pergerakan PNI-baru di Hindia (1931-1934)
Pada tahun 1931, Sjahrir memutuskan untuk sementara meninggalkan studinya dan kembali ke Jakarta untuk terjun langsung dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia dengan tokoh-tokoh dan aktivis nasional. Sementara Hatta masih di Belanda karena kagok ingin menuntaskan gelar doctorandus yang tinggal sebentar lagi selesai.
Sesampainya di Batavia (nama Jakarta dulu), yang ada di kepala Sjahrir cuma satu hal, yaitu gimana caranya ngerekrut pemuda-pemuda potensial untuk ikut gerakan kemerdekaan (baca=gerakan pemberontakan) melawan Hindia Belanda. Tentu ini bukan hal mudah untuk mengajak para kaum muda untuk memberontak, tapi kepiawan dan pengalaman Sjahrir sewaktu aktif di serikat pekerja Belanda sangat membantu dalam membentuk jaringan underground pemberontakan sampai-sampai tidak terdeteksi (setidaknya sampai 1934) oleh polisi Hindia-Belanda.
Kaderisasi kaum muda semakin gencar terutama ketika Sjahrir didaulat menjadi ketua umum PNI-baru pada kongres PNI-Baru Yogjakarta 1932. Gagasan yang menginspirasi Sjahrir dalam mendidik kaum muda bermuara pada ide-ide Karl Marx yang mengusung kesejahteraan sosial, kesetaraan, serta kemandirian ekonomi. Peristiwa ini dinilai cukup unik dalam sejarah, ketika biasanya ide sosialisme ditanamkan di kalangan proletariat dan kaum buruh. Di tanah Hindia, gagasan ini malah diusung oleh kaum terpelajar dan kalangan menengah atas. Akibatnya, gerakan ini berjalan jadi jauh lebih cerdas dan terukur serta tidak mudah goyah oleh isu-isu propaganda. Hal ini membuat Belanda semakin kewalahan dalam meredam aktivitas gerakan Sjahrir, dkk.
 Sjahrir bersama para pemuda
Tahun 1933, Hatta kembali ke tanah Hindia dengan menyandang gelar dokterandus. Kedatangan Hatta disambut baik kalangan aktivis Hindia sekaligus membuat Sjahrir menyerahkan kepemimpinan PNI-Baru ke seniornya tersebut. Sementara itu, Sukarno yang sudah dibebaskan dari penjara Sukamiskin juga terus berjuang melalui 'kendaraan' lain, yaitu Partindo. Pada saat itu, Sukarno & Partindo yang fokus pada penggalangan massa secara kuantitatif mengklaim memiliki pengikut lebih dari 20,000 orang, sedangkan PNI-Baru yang fokus pada kaderisasi dan anggota yang terdidik, baru memiliki 1,000 anggota.
Gub Jend, de Graeff yang pensiun tahun 1931 diganti oleh Bonifacius Cornelis de Jonge. Baru aja ngejabat, Jonkheer de Jonge ini langsung pusing menghadapi pergerakan para aktivis kemerdekaan yang semakin terkoordinir dan memiliki basis massa. Akhirnya De Jonge mau gak mau harus kerja extra untuk memata-matai serta menangkapi orang-orang yang terbukti terlibat dalam gerakan pemberontakan. Salah satu tokoh yang ditangkep pertama adalah Sukarno (lagi) tahun 1933. Khawatir dengan basis masa fans Sukarno yang banyaknya udah kelewatan di Pulau Jawa, Sukarno dibuang jauh-jauh ke Ende, Flores. Februari 1934, giliran duet maut Sjahrir & Hatta yang diciduk.
Hatta ditahan di Penjara Glodok, Batavia, sedangkan Sjahrir dijeblosin di Penjara Cipinang, Meester Cornelis. Awalnya, sel tempat Sjahrir ditahan cukup lumayan lah buat ukuran penjara. Tapi dalem hati Sjahrir tau gak lama juga dia bakal senasib sama Sukarno, bakal dibuang di tempat gak jelas! Ternyata bener dugaan dia, Desember 1934 Sjahrir, Hatta, dan banyak aktivis lain seperti Tjipto Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, dkk dibuang ke Boven Digoel, di pelosok paling pelosok dari Pulau Papua.
Di Pembuangan Digoel & Banda Neira (1935-1942)
Nyampe di Digoel, Sjahrir bengong karena harus bikin rumah sendiri dengan nebang kayu dari hutan lebat Papua. Boven Digoel adalah tanah pengasingan yang bener-bener gak ada apa-apa. Kalaupun ada sedikit penduduk lokal, tetap kalah banyak jumlahnya dengan nyamuk malaria dan buaya-buaya kelaparan di sepanjang rawa dan sungai.
Berbeda dengan Hatta yang introvert, pendiam, dan bisa dengan mudah larut berjam-jam hanya dengan membaca buku. Sjahrir yang pembawaannya lebih extrovert, bersemangat, spontan... merasa kesepian di tanah pengasingan. Di tanah buangan tanpa ada rumah sakit, sekolah, dan kepastian akan masa depan. Sjahrir banyak menghabiskan waktu untuk menulis surat pada istrinya Maria Duchateau di Belanda, yang sudah lama tidak ia temui.
 Sjahrir (tengah) bersama Hatta dan penduduk lokal Banda Neira | sumber foto : dokumentasi TEMPO
Mungkin karena rindu istri, kesepian, dan stress gak bisa berkarya lebih banyak di pengasingan, kondisi psikologis Sjahrir mengalami demoralisasi. Doi jadi sering banget nyelonong ke rumah-rumah Hatta, dr Tjipto, dkk pas tengah malem dengan beralasan mau minta gula, garem, pokoknya ada-ada aja deh..! Padahal sebetulnya kemungkinan Sjahrir cuma lagi kesepian pengen ditemenin ngobrol. Menurut jurnalis senior Bang Rosihan Anwar, kalo Bung Hatta ditanyai tentang Sjahrir, Hatta bilang "Ah si Sjahrir lagi terganggu pikirannya dan jadi agak sinting!" hehehe...
2 Januari 1936, penderitaan Sjahrir, Hatta, dkk jadi agak mendingan karena dipindahin ke Banda Neira, Maluku. Di tempat inilah akhirnya Sjahrir menemukan kedamaian tinggal di daerah terpencil dengan di kelilingi penduduk lokal yang bersahabat (bukan nyamuk malaria dan buaya lagi). Di Banda Neira, Sjahrir yang extrovert dan bersemangat menyalurkan energinya untuk main sama anak-anak dan mengajar penduduk lokal. Saking deketnya dia sama anak-anak di daerah itu, tiga di antaranya dia angkat sebagai anak.
Sjahrir, Hatta menanti pembebasan selama 5 tahun di Banda Neira, sampai Jepang menyerang Pearl Harbour (Desember 1941), Kepulauan Pasifik, dan Malaya. Dalam ekspansi wilayah itu, Pulau Ambon juga kena kepungan oleh Jepang. Untung belum terlambat, pemerintahan Hindia memutuskan memindahkan Sjahrir dan tahanan-tahanan lain ke Pulau Jawa sampai akhirnya Jepang betul-betul menguasai Nusantara, dan membebaskan semua tawanan politik Hindia Belanda.
Penguasaan Jepang dan Perjuangan Menuju Kemerdekaan (1942-1945)
Maret 1942, Belanda nyerah kepada Jepang. Penyerahan kekuasaan berlangsung cepet banget. Untuk memudahkan Jepang mendapat dukungan rakyat setempat, para tokoh pemberontak seperti Hatta, Sjahrir, dkk dibebasin gitu aja sama tentara-tentara Jepang. Menyusul bulan Juli 1942, Bung Karno juga dibebaskan dari pengasingan di Bengkulu. Setibanya di Jakarta, Sukarno memutuskan untuk bertemu dengan Hatta dan Sjahrir di rumahnya Hatta. Pertemuan ini bisa dibilang moment yang sangat sangat bersejarah, karena setelah berjuang masing-masing dari tahun 1931, tiga tokoh utama kemerdekaan kita ini baru bertemu untuk pertama kalinya.
 dari kiri ke kanan : Sjahrir, Sukarno, Hatta | dalam proses persiapan kemerdekaan Indonesia
Dari hasil pertemuan itu, Sukarno berpendapat bahwa untuk sementara kita perlu mengikuti keinginan Jepang, agar kemerdekaan Indonesia bisa didapatkan tanpa perlu pertumpahan darah. Sementara itu, Sjahrir menolak bentuk perjuangan yang berkooperasi dengan Jepang dan lebih memilih meneruskan perjuangan secara underground dengan membangun basis massa agar semangat kemerdekaan tetap terjaga dari akar rumput. Akhirnya Sukarno & Hatta memilih jalan untuk berkooperasi dengan Jepang dengan harapan Indonesia dapat merdeka tanpa perlu membuang nyawa melawan tentara Jepang yang bahkan mampu memukul mundur Belanda hanya dalam beberapa bulan.
Keputusan Bung Karno & Hatta untuk berkooperasi dengan Jepang seringkali menjadi polemik moral yang tidak berujung dalam sejarah bangsa kita. Di satu sisi, Bung Karno & Hatta menganggap cara yang mereka tempuh adalah "langkah yang paling taktis" agar Indonesia bisa mendapatkan celah untuk memerdekakan diri tanpa perlu berperang melawan Jepang yang kekuatan militernya sangat mengerikan. Sementara bagi tokoh pergerakan lapangan seperti Tan Malaka, bahkan juga Sjahrir, Bung Karno & Hatta dinilai terlalu lembek dan pengecut untuk melawan Jepang secara terang-terangan. Puncaknya adalah ketika Jepang memberlakukan romusha (1942-1945) bagi 4-10 juta penduduk lokal untuk membangun basis militer, terowongan, dan pengangkutan bahan pangan bagi Jepang.
Menjelang pertengahan 1945, Jepang mengalami kekalahan beruntun di peperangan pasifik melawan sekutu. Berdasarkan analisa Sjahrir, ini adalah saat yang paling tepat untuk menyatakan kemerdekaan, ia lalu mendesak Bung Karno untuk segera menyatakan kemerdekaan. Akan tetapi, Sukarno yang udah kepalang basah kerja sama dengan Jepang, memilih untuk berkonsultasi sama Jepang dulu biar ga terjadi pertumpahan darah. Hal ini membuat Sjahrir kecewa dan semakin gemas mendesak tokoh-tokoh besar lain untuk berani menyatakan kemerdekaan, termasuk Bung Hatta & Tan Malaka, tapi semuanya belum berani secara terang-terangan melangkahi kekuasaan Jepang.
Hari-hari menjelang kemerdekaan...
Setelah Bom Atom sekutu menghancurkan Hiroshima & Nagasaki (7 & 9 Agustus 1945), analisa Sjahrir sejak berbulan-bulan lalu tentang kekalahan telak Jepang semakin menjadi kenyataan. Lobby demi lobby dia terus mendesak Sukarno & Hatta untuk terus mendeklarasikan proklamasi, tapi "nanti-nanti" terus jawabannya. Sampai hari yang dijanjikan Sukarno akhirnya tiba (15 Agustus 1945) itulah yang sejatinya tanggal proklamasi yang direncanakan. Tapi karena kondisi keamanan yang sangat tidak kondusif mengingat Jepang baru aja sehari nyerah sama Sekutu, Sukarno lagi-lagi menunda kemerdekaan. Di sisi lain, Sjahrir yang udah mengerahkan ribuan orang dari pelosok Jawa untuk datang ke Jakarta, lagi-lagi jengkel dengan Sukarno.
Para pemuda pengikut Sjahrir ikutan jengkel karena pembatalan ini, dan mendesak Sjahrir untuk langsung mengumumkan kemerdekaan! Walaupun jengkel dengan Sukarno, Sjahrir menolak untuk menyatakan kemerdekaan, karena menurut dia Sukarno tetap orang yang paling layak untuk melakukannya, terutama karena basis pendukungnya yang sangat banyak dan kharismanya yang selangit. Sjahrir tetap bersabar, agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan sendiri.
 Pengibaran bendera merah putih sesaat setelah proklamasi tanpa dihadiri Sjahrir
Puncak ketegangan ini memuncak ketika kelompok pemuda dari Menteng (Wikana, dkk) menculik Sukarno & Hatta ke Rengasdengklok. Ketika dengar berita bahwa Dwitunggal beneran diculik oleh pemuda, Sjahrir kaget setengah mati! Bayangin aja, di detik-detik yang menentukan kemerdekaan, sekelompok remaja tanggung berdarah panas malah nyulik tokoh sentral Indonesia!! Menurut gosipnya sih, saking marahnya Sjahrir, salah satu geng pemuda itu ditabokin sama dia, hehehe...
Akhirnya Sukarno-Hatta dijemput balik sama Ahmad Subardjo untuk menyusun teks proklamasi di rumah Tadashi Maeda, Menteng. Keesokan harinya 17 Agustus 1945, akhirnya peristiwa yang dimimpikan oleh para tokoh awal pergerakan Indonesia sejak tahun 1931 terjadi juga. Indonesia akhirnya menyatakan proklamasi kemerdekaan. Sjahrir, sebagai tokoh arsitek gerakan underground yang selalu bergerak di belakang panggung, memutuskan untuk tidak hadir dalam momentum paling bersejarah itu.
Diplomasi cerdik Bung Kecil untuk mendapat pengakuan Internasional (1945-1949)
Berdasarkan kacamata Indonesia, bangsa ini memang sudah merdeka, tapi masih sangat rapuh. Untuk menjaga status kemerdekaan yang masih bayi ini, Negara Indonesia membutuhkan bentuk sistem pemerintahan yang jelas dan terstruktur. Keesokan harinya Sukarno diangkat menjadi presiden, sementara Hatta menjadi wakil presiden - keduanya berperan sebagai lembaga eksekutif. Sementara itu, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang kemudian berfungsi sebagai badan legislatif (DPR) agar jadi penyeimbang keberadaan eksekutif. Elemen pemerintah yang krusial ini, dipercayakan kepada Sjahrir untuk menjadi ketua KNIP. Sampai pada akhirnya,14 November 1945 Sjahrir diangkat sebagai Perdana Menteri Indonesia yang pertama pada umur 36 tahun.
Pasca kemerdekaan, Indonesia memiliki 2 PR besar, yaitu: (1) upaya mempertahankan status kemerdekaan dari serangan militer Belanda maupun daerah-daerah terpencil yang masih dikuasai sisa tentara Jepang. (2) Upaya memenangkan pengakuan dunia internasional yang perlu diperjuangkan dalam bentuk perundingan dan perjanjian.
Lagi-lagi, terdapat perselisihan cara pandang antar para Bapak Bangsa kita. Bagi Tan Malaka dan Sudirman yang berjuang di garis depan, kita tidak perlu lagi berunding dengan pihak luar untuk mencapai kemerdekaan yang utuh. Sementara bagi Hatta dan (terutama) Sjahrir, kemerdekaan yang realistis sesungguhnya hanya bisa dicapai secara bertahap, rapi, dan elegan, bukan frontal dengan angkat senjata. Setelah berbagai macam drama perselisihan antar 2 kubu Bapak Bangsa kita. Pada akhirnya, Jendral Sudirman & Tan Malaka banyak berperan pada PR pertama untuk meredam agresi militer. Sementara Sjahrir dan Bung Hatta fokus pada misi kedua, mendapatkan pengakuan dunia internasional.
Dalam upaya menuntaskan misi kedua ini, ada 2 prestasi Sjahrir yang bikin dia dikenang sebagai diplomat ulung yang sangat cerdik membaca situasi dunia internasional. Pertama adalah keputusan cerdiknya untuk memberikan bantuan pada India yang saat itu sedang krisis pangan, dengan mengirim 500,000 ton beras pada 20 Agustus 1946! India yang saat itu masih berada dalam koloni Inggris menyambut baik bantuan itu. Inggris yang memiliki kekuatan politik yang besar di Eropa, mulai menaruh simpatik pada Negara baru "kemarin sore" bernama Indonesia. Dengan sambutan baik Inggris, pada Indonesia. Belanda jadi makin keki.
 Sjahrir bersama Nehru (PM India)
Jeniusnya lagi, kemungkinan Sjahrir sudah meramalkan India akan segera merdeka dari kolonisasi Inggris dan memiliki kekuatan politik yang cukup kuat. Bener aja, India merdeka dari kolonisasi Inggris 15 Agustus 1947. Jawaharlal Nehru, Bapak Bangsa India sekaligus Perdana Menteri pertama masih ingat bantuan dari Sjahrir, akhirnya mengundang Indonesia berpartisipasi di Konferensi Hubungan Negara-negara Asia di New Delhi. Di acara ini, jaringan internasional Sjahrir makin berkembang dan akhirnya dia diundang ke berbagai negara untuk memperkenalkan Indonesia. Inilah kenapa strategi diplomasi Sjahrir seringkali disebut "diplomasi kancil", sekali tepuk 2 lalat coy! Setelah dari India, Sjahrir melanjutkan diplomasinya ke Kairo, Mesir, Suriah, Iran, Burma, dan Singapura untuk membangun hubungan baik dan minta dukungan pengakuan dunia kepada Indonesia. Makin keki banget deh Belanda!
Prestasi kedua Sjahrir adalah trik jitu Sjahrir mensiasati hasil Perundingan Linggarjati. Pada November 1946, delegasi Belanda siap berunding dengan delegasi Republik buat nyelesein sengketa wilayah Indonesia. Dengan segala cara Sjahrir mengupayakan agar Belanda mau berunding, termasuk dengan cara ngelobby temen-temen dia pas kuliah dulu yang sekarang udah pada jadi pejabat di Belanda. Gayung bersambut, Sjahrir akhirnya berhasil ngadain Perundingan Linggarjati. Walaupun hasil perjanjian Linggarjati dinilai merugikan wilayah Indonesia, tapi dengan cerdiknya Sjahrir mengusulkan tambahan satu pasal, yaitu pasal perundingan tingkat PBB kalo-kalo aja nanti ada perselisihan di kemudian hari. Tanpa pikir panjang, Belanda setuju-setuju aja karena hasil perjanjiannya nguntungin Belanda banget.
Ujung-ujungnya, pasal tambahan usulan Sjahrir itulah yang nyelametin Indonesia ketika Belanda ngelancarin Agresi Militer I tahun 1947. Berkat adanya pasal ini, Belanda terbukti melanggar perjanjian dan harus menuntaskan persengketaan wilayah ini pada sidang Internasional. Momentum inilah yang membuat seluruh dunia melek bahwa Republik Indonesia sedang ditindas oleh mantan penguasa koloninya. Dunia semakin berpihak pada NKRI. Belanda tersandung keserakahannya sendiri.
Ibarat pemain catur, Sjahrir awalnya memberikan umpan yang kemudian berbalik menjadi serangan balasan yang merontokan pertahanan politik Belanda. Namun pada akhirnya, giliran Bung Hatta yang menjebol pertahanan terakhir Belanda dengan pukulan telak di Konferensi Meja Bundar (23 Agustus – 2 November 1949). Skakmat! Bung Hatta pulang ke tanah air dengan kemenangan penuh, karena telah berhasil mendapatkan pengakuan kedaulatan resmi dari Belanda dan juga dunia internasional. Di sini kita bisa lihat, kalau bukan karena Bung Sjahrir, Indonesia mungkin gak pernah kepikiran untuk maju lewan jalan diplomasi dan perundingan. Kalo bukan karena kecerdikan Sjahrir juga, dukungan dunia internasional tidak akan sederas itu untuk membela Indonesia di KMB.
Perlahan Turun dari Panggung Politik (1950-1966)
Karir diplomasi manis Sjahrir sebagai PM ternyata tidak seharum itu di mata orang-orang di kelompok pejuang, seperti Tan Malaka, Sudirman, dkk. Begitu pula Bung Karno dan Amir Sjarifuddin belakangan banyak berselisih pendapat dengan Sjahrir. Puncaknya ketika Sjahrir dan Bung Karno sering cekcok beradul mulut ketika keduanya disembunyikan ke Brastagi dalam kemelut agresi militer Belanda II. Maka dari itu, setelah era Demokrasi Liberal dimulai (1950), Sjahrir konsentrasi untuk membangun Partai Sosialis Indonesia (PSI) untuk menghadapi pemilihan umum pertama tahun 1955.
Di partai ini ide-ide sosialisme demokrat Sjahrir makin diusung kepada para simpatisannya. Kalo lo mau tau ide-ide sosialis Sjahrir yang dia tawarkan dalam PSI ini, lo tinggal lihat aja sistem pemerintahan di Jerman, Perancis, Swedia, Belanda sekarang ini seperti apa. Pada intinya, gagasan pemerintahan Sjahrir 66 tahun yang lalu adalah konsep yang dilakukan Eropa modern sekarang ini.
Pemilu 1955 pun berjalan. Ide Sjahrir ini kurang dapet banyak tanggapan dari rakyat waktu itu. Sejak saat itu, karir politik Sjahrir terus merosot dan betul-betul menghilang. Pada 7 Januari 1962, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno saat melewati jalan Cendrawasih (Makassar), seseorang melemparkan granat. Granat itu meleset, Presiden Sukarno selamat.
Dalam peristiwa itu, Sjahrir dituduh mendalangi percobaan pembunuhan itu. Presiden Sukarno yang saat itu lagi pusing banget menghadapi banyak pemberontakan dalam negeri, agak gelap mata. Sukarno langsung menjadikan Sjahrir sebagai tersangka tanpa proses pengadilan, dan menempatkan Sjahrir sebagai tahanan di Madiun, lalu di Kebayoran baru-Jakarta.
Walaupun selama di tahanan Sjahrir diperlakukan cukup baik, tapi keadaan fisiknya terus menurun. Sampai akhirnya, Sutan Sjahrir terkena serangan 2x stroke hingga membuat Sjahrir tidak mampu berbicara dan agak lumpuh tangan kanannya. Akhirnya, Sukarno memperbolehkan Sjahrir mendapatkan perawatan di luar negeri, asalkan bukan di Belanda. Keluarga Sjahrir memilih Zurich-Swiss, sebagai tempat pengobatannya.
 dokumentasi foto iring-iringan pengantar jenazah Sutan Sjahrir
Bulan Juli 1965, Sjahrir beserta keluarganya terbang ke Zurich. Momen itu pula lah yang menjadi momen terakhir Sjahrir melihat tanah air yang ia perjuangkan sepenuh jiwa-raga. Di momen ini, kaki Sjahrir terangkat terakhir kali untuk selamanya dari Indonesia. Tidak lama setelah peristiwa Supersemar, tepatnya 9 April 1966, Sutan Sjahrir meninggal dunia pada umur 57 tahun di Swiss. Hatta terlihat sangat depresi karena ditinggal sahabatnya tersebut. Sampai hari pemakaman, Hatta masih sangat kecewa dengan keputusan Sukarno yang memenjarakan Sjahrir tanpa proses peradilan. Triumvirat Kemerdekaan Indonesia akhirnya resmi bubar.
Selama 5 hari setelah Sjahrir meninggal, Indonesia berkabung total. Beberapa bulan sebelumnya, ternyata Presiden Sukarno telah mempersiapkan Keppres nomor 76 tahun 1966 untuk menjadikan Sjahrir sebagai Pahlawan Nasional sekaligus permintaan agar Sjahrir dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Setelah tiba di Jakarta, jenazah Sjahrir diantar oleh ratusan ribu orang ke pemakamannya. Bayangin, rombongan paling depan udah nyampe Kalibata, rombongan paling belakang baru sampe Bundaran Hotel Indonesia.

Itulah sepenggal kisah tentang Bung Kecil yang keberanian hidupnya yang besar. Moga-moga kehidupan dan perjuangan beliau bisa menjadi sumber inspirasi bagi lo semua. Selamat ulang tahun, Bapak Bangsa Indonesia. Semoga semakin banyak anak muda Indonesia yang mengenal, memahami, serta terinspirasi dari karya kehidupanmu. Merdeka!



Referensi:
Mrazek, R; Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia; Southeast Asia Program Publications Cornell University; 1994
Rose, M; Indonesia Free: A Political Biography of Mohammad Hatta; Equinox Publishing, 2010
Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa; Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil; 2012, KPG
Sjahrir, Soetan "Indonesische overpeinzingen" (Publisher: Bezige Bij, Amsterdam, 1945)
Anwar, Rosihan (2010) Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan
Anwar, Rosihan.2010.Mengenang Sjahrir: Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta



Sabtu, 01 April 2017

MEMBANGUN SDM UNTUK MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA

Suasana Kegiatan Seminar Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) oleh Gen-PAPATAR di Wisma HKBP Pakkat (25/03/2017) yang dinarasumberi oleh Bapak Dr. Ir. SABAM MALAU (Rektor Univ. HKBP Nommensen), Bapak Prof. Dr. FRIETZ TAMBUNAN (Rektor UNIKA ST. THOMAS), Bapak MEKAR SINURAT, MH (Kepala Asrama SMA Plus YASOP), Bapak SAUL SITUMORANG, SE. M.Si (SEKDA Humbang Hasundutan) dan Bapak MANAEK HUTASOIT, SE (Ketua DPRD Humbang Hasundutan)

Tujuh puluh satu tahun lebih setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, perkembangan hampir di semua sektor kehidupan negara bangsa di era globalisasi ini jauh tertinggal dari negara tetangga yang kemerdekaannya diperoleh beberapa tahun setelah Indonesia.

Sebelum China menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia, kita masih bisa berkilah bahwa Indonesia tertinggal dari negara tetangga karena wilayah kita demikian luas dan penduduk Indonesia berlipat dari negara-negara tetangga. Namun, setelah China dengan jumlah penduduk enam kali penduduk Indonesia dan wilayah yang jauh lebih luas dari Indonesia mampu mendominasi perekonomian dunia, kita patut bertanya, “Apa yang salah dengan strategi pembangunan nasional Indonesia sehingga setelah 68 tahun merdeka belum juga menjadi bangsa yang cerdas kehidupannya, maju kebudayaannya, dan sejahtera kehidupan rakyatnya?”

Secara sederhana, kehidupan bangsa Indonesia hingga saat ini dapat dikatakan belum cerdas di antaranya dilihat dari  indikator berikut: musim kering kekurangan air bersih, musim hujan terjadi banjir dan tanah longsor, jika ada bencana alam tidak dapat mengatasi sendiri dan sangat bergantung kepada bantuan bantuan asing, baik dalam modal maupun teknologi, wabah penyakit yang berulang kali muncul dan mematikan namun tidak diupayakan secara strategis bagaimana mengatasinya, masih rendahnya atau belum terbangunnya infrastruktur teknologi, rendahnya daya saing dalam segala bidang, termasuk olah raga, dan tingginya ketergantungan kita kepada teknologi impor. Dari sekian persoalan tersebut PAPATAR memiliki beberapa persoalan yang lebih pokok, yaitu rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan tinggi, mindset pemuda yang masih kolot (kondisi cara yag bikir yang monoton). Hal ini bisa kita lihat masih banyaknya anak-anak yang bingung untuk melangkah setelah tamat pendidikan menengah. Ada yang memilih merantau, bertahan dikampung bersama orang tua tak jarang dari mereka hanya menjadi penambah jumlah pekerja sehari-hari orang tuanya seperti tak punya cita-cita bahkan ada yang memilih untuk langsung menikah. Menurut riset yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Pakkat (HIMAPA), hanya sekitar 10 % dari mereka yang berminat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Selain itu, cita-cita memajukan kebudayaan nasional pun masih jauh dari tercapai karena setelah 68 tahun merdeka belum juga terbangun budaya demokratis, berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa, rendahnya produktivitas bangsa dalam IPTEK maupun ekonomi serta, masih rendahnya semangat bersatu.

Kemudian, bahwa tingkat kesejahteraan rakyat masih jauh dari terwujudnya cita-cita “terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat”, antara lain dapat dilihat dari tingginya pengangguran, rendahnya tingkat kebugaran dan kesehatan rakyat, dan rendahnya tingkat pendidikan warga negara. Berangkat dari pertanyaan pokok, “Apa yang salah dengan strategi pembangunan nasional sehingga cita-cita para pendiri republik ini, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kebudayaan nasional, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, belum juga nampak akan terwujud?” Tulisan ini tidak bermaksud  untuk mencari atau mengidentifikasikan kesalahan tersebut, melainkan akan mencoba melakukan renungan analitik terhadap makna amanat mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional dalam membangun negara bangsa Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan.

Pendiri republik sadar bahwa mudahnya kerajaan-kerajaan Nusantara satu per satu dikuasai dan dijajah oleh pendatang dari Eropa yang jumlahnya kecil (Portugis, Inggris, dan Belanda) karena setelah Imperium Sriwijaya dan kemudian Majapahit runtuh dari dalam seperti runtuhnya Romawi, Nusantara terpecah menjadi puluhan kerajaan kecil. Akibatnya, selama hampir tiga ratus lima puluh tahun penghuni Nusantara secara kultural dalam kondisi status quo, sebagian besar rakyat tidak tersentuh oleh budaya peradaban modern yang rasional maupun berorientasi IPTEK. Oleh karena itu, untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain ini berarti seluruh rakyat Indonesia harus menjadi warga negara dari bangsa yang modern, yang maknanya adalah warga negara yang rasional, demokratis, dan berorientasi IPTEK dalam mengatasi masalah kehidupan sosial, ekonomi, dan politiknya. Untuk itulah pendiri republik menyusun UUD yang lebih dari UUD negara lain yaitu menetapkan ketentuan tentang kewajiban “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional” dan “memajukan kebudayaan nasional bangsa Indonesia.”

Sangat disayangkan bahwa setelah para  pendiri republik ini meninggalkan gelanggang penyelenggaraan negara, berbagai kebijakan unggul yang ditempuh oleh para pendiri republik ditinggalkan. Di sini penulis berpandangan penulis bahwa kondisi belum cerdasnya kehidupan bangsa dan belum majunya kebudayaan nasional, salah satu akarnya adalah diabaikannya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, yang bermakna juga kurang dipahaminya makna fungsi mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional.


Oleh BERNATA MANALU (SEKUM Gen-PAPATAR)

Refrensi: Google

Jumat, 03 Maret 2017

PAPATAR DAN KEMERDEKAAN


Karya Tulis: Azari Tumanggor


PAPATAR adalah daerah yang mempunyai potensi alam yang sangat banyak, di mulai tanahnya yang bagaikan surga dengan emas - emasnya, hasil hutan yang masih menjadi komoditas rakyat daerah, dan masih banyak yang lain. PAPATAR yang selama ini layaknya terdegradasi dari lalu lintas perintahan HUMBANG HASUNDUTAN, sudah bolehlah berpikir untuk kesejahteraan dalam 5 tahun mendatang. Di mulai dari pembangunan jalan, kemajuan peternakan dan perikanan, peningkatan kualitas hasil pertanian, dan lain sebagainya terlebih pelestarian HAMINJON sebagai ciri identitas daerah Pakkat yang sudah mulai menghilang dari pandangan kita sehari - hari.

Kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka harusnya masyarakat PAPATAR sudah mulai berbicara dengan kemerdekaan yang menjanjikan antara kerja sama masyarakat dan pemerintah setelah pesta demokrasi ini baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Terlebih pembangunan SIPULAK menjadi PLTA yang bekerja sama dengan pihak asing harusnya rakyat PAKKAT diberi hak layaknya tuan rumah, bukan budak di rumah sendiri. Dan tentunya masih banyak zona lain yang memberikan efek bias yang memaksa rakyat kita harus bertempur dengan cangkul -cangkul
yang sudah patah dan hanya bermodalkan semangat untuk mencari sesuap nasi.
Sebagai daerah yang mempunyai otonomi, daerah PAPATAR juga harusnya sudah bisa juga mulai membuat pondasi agar menjadi daerah pemekaran agar semakin dekat dengan kehidupan yang madani seperti yang dijanjikan oleh negara kita sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Jika PAPATAR tetap masih seperti si nenek yang pincang dalam perjalanan kehidupan bernegara, mari kita memikirkan nasib kita sendiri sebagai daerah otonomi yang hasilnya tentu untuk kita sendiri juga.

Kita sebagai rakyat, terlebih daerah PAPATAR bukanlah sebagai penonton sebuah pameran sandiwara yang didalamnya banyak sekali ketidak adilan yang sampai sekarang masih tidak berujung dengan kebaikan. Terlebih dalam pemilihan ini, kita bukanlah seperti budak - budak yang akan di panen atau bahkan memanen saudara - saudara kita, memanen Ayah Ibu kita yang tidak paham dalam dunia politik atau dengan kata lain hanya pilihan "memilih tidak memilih harus memilih" sehingga mencapai ketidakpedulian tertinggi yang akan berujung pada kemiskinan kita juga.

Sebagai Rakyat BATAK yang pintar, kita tidaklah harus naik sebagai calon pemerintah untuk mewakili daerah kita sendiri. Tapi bagaimana kita menyuarakan suara penderitaan, menyampaikan suara tanah - tanah kita yang tidak pernah terkena pupuk, menyampaikan suara - suara dapur kita yang kering karna sulitnya taraf hidup, yang padahal oknum - oknum kapitalis mendapatkan segalanya di tanah kita.

Sebagai daerah pemekaran, hendaknya tahun 2015 - 2020 ini bisa menjadi tahun senyum yang menaburkan kedamaian karena kesejahteraan kita yang sudah mulai tersentuh. Tahun yang dimana tanah - tanah kita lebih hijau dan subur. Dan bukan tahun dimana anak - anak kita banyak putus sekolah karena ketidakpedulian dan ketidaktahuan yang berujung dengan tingkat stress yang paling tingi. Terlebih mahasiwa dari daerah kita yang tidak pernah dapat beasiswa dari Pemkab seperti daerah lain.
Dalam mencapai tujuan itu mari kita berkonsolidasi layaknya rimba yang masih tertata rapi di PAPATAR, mari kita berjuang menerjun sistem legitimasi layaknya sungai - sungai yang mengarah pada ketenangan karena keadilan. Seperti Rakyat batak yang suka akan pesta, rakyat batak yang suka manortor bersama dengan tidak ada kesenjangan sosial.

Horas Papatar
Azari Tumanggor

(bam/ppt. Sabtu, 4 Maret 2017)

GUNUNG EMAS BERJUBAH DURI

Karya tulis: Azari Tumanggor (Asal Siambaton, Pakkat. Mahasiswa Bimbingan Konseling, UNIMED)


Di lembah dolok pinapan sore itu,
Kita berduka.
Dinginnya embun,
Meratap pilu membuat hati kita membeku.

Apa ada lagi yang lebih indah dari sejarah?
Tentang lukisan gunung emas kita, yang terkenal di Eropa?

Bahkan burung bernyanyi,
Hutan kita punya jati, untuk rumah kokoh sekuat baja.
Namun apa ada yang lebih indah dari mimpi?
Merajut sejuk diantara terik,
Mengikat harap disaat pelik?

Kita sedang berduka.
Hari itu di Dolok Sanggul, seorang anak baru saja berhenti.
Dari rangkaian doa dan harapan.
Dari kemunafikan pejabat tentang “manusia”.

Apakah akan diperpanjang ke rumah kita?
Hai anak muda!!
Apa itu begitu lucu bagimu?
Tentang seorang anak tak sekolah.
Ayah keriput menanggung lelah,
Melintasi gunung untuk mencari haminjon?

Seorang ibu sedang menajak kehampaan, untuk dijadikan beras.
Seingatku, mereka tak mengenal kota.

(bam/ppt. Sabtu, 4 Maret 2017)


BANGUNKAN PAPATAR DENGAN SEMUA POTENSINYA. KAUM MUDA HARUS JADI PATRON

Foto Penanggungjawab Gen-PAPATAR 2017 | Mader Hasugian (Ketua Umum), Bernata A Manalu (Sekretaris Umum), Tetti Maharaja (Bendahara Umum)

BANGUNKAN PAPATAR DENGAN SEMUA POTENSINYA. KAUM MUDA HARUS JADI PATRON

genpapatardays | Generasi unggul adalah  generasi yang mampu mencurahkan setiap waktunya untuk berbagai aktifitas/kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi diri maupun lingkungannya.  Remaja yang notabene sebagai generasi penerus bangsa mempunyai tanggungjawab yang besar dalam meng”hitamputih”kan nasib bangsa ini untuk menjadikan bangsa yang semakin bermartabat. Membangun dan meningkatkan aktifitas yang bersifat ilmiah merupakan bagian terpenting bagi generasi muda didalam mengisi sendi kehidupannya baik dalam komunitas formal maupun dilingkungannya.  Dengan terciptanya budaya ilmiah dikalangan generasi muda dipastikan akan menjadi solusi terbaik generasi bangsa ini menjadi generasi yang cerdas dalam berilmu pengetahuan dan santun dalam berperilaku.

"Fakta mengenai kondisi generasi muda bangsa yang dewasa ini sangat memprihatinkan, dari secara umum mulai  tawuran antar pelajar bahkan antar mahasiswa, maraknya narkoba dikalangan remaja dari mulai  pemakai, pencandu, pengedar bahkan ada yang sudah “berhasil” menjadi bandar, meningkatnya jumlah remaja yang melakukan seks pra nikah yang simultan dengan meningkatnya aborsi, membumbungnya perokok dikalangan remaja, maraknya kasus kriminalitas yang pelakunya adalah kalangan remaja  dan rendahnya kepedulian remaja terhadap pendidikan sudah saatnya dihentikan (ditekan seminimal mungkin) dan secara khusus di PAPATAR yang kamimlihat melalui sedikit riset adalah mayoritas dari kalangan generasi muda bingung untuk melangkahkan kaki setelah tamat SMA/SMK. Yang terjadi adalah “Eme namasak digagat ursa, I na masa I ni ula”artinya pergantian estafet SDM di PAPATAR dari dulu sampai sekarang hampir tidak menunjukkan peningkatan" demikian papar Mader Hasugian selaku Ketua Umum Gen-PAPATAR

Sekretaris Umum Gen-PAPATAR, Bernata A Manalu  yang akrab di sapa Bang NATA ini mengaskan dalam sambutanya, "Generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa harus menjadi garda terdepan dalam membasmi dan mencegah penyakit remaja tersebut membudayakan hal-hal yang bersifat keilmuan seperti membaca, menulis, berdiskusi, aktif dalam berbagai forum/organisasi ilmiah dan menjadi student center learning dilingkungan pendidikan dan yang lebih tepat saat ini adalah pendampingan langsung baik dari Pemerintah juga melalui kesatua-kesatuan para pemuda-Mahasiswa. Dengan menyibukan diri pada berbagai aktifitas positif diatas, generasi muda diharapkan menjadi generasi bangsa yang cerdas, berwawasan dalam ilmu pengetahuan dan menjadi SDM yang unggul dalam berbagai bidang. Inilah generasi muda bangsa yang akan menjadikan bangsa ini bermartabat dan disegani bangsa lain"

Dalam kesempatan itu, Bendahara Umum Gen-PAPATAR, Tetti Maharaja menyampaikan bukti semangatnya. demikian disampaikan, "Keberlanjutan generasi menuju lebih baik tentu hanya bisa dicapai lewat SDM yang maju. Seperti manajemen seorang ibu yang pada saat ini bisa kita katakan masih jauh dari kondisi maju. Seorang Anak Perempuan terlebih haruslah menjadi jiwa yang pejuang sebagaimana disampaikan RA. Kartini dalam memperjuangkan emansipasi dulu. Menjadi seorang ibu memang sudahlah harus kita terima. Tapi, ingatlah Kita kaum hawa juga memiliki banyak peran yang bisa kita optimalkan terkhusus dalam memajukan daerah kita PAPATAR tercinta. ambil peran dan proaktif. Berprestasi, dan berkaryalah gadis PAPATAR. Karena prestasi dan karya kita adalah syarat kemajuan yang sesungguhnya".

Muda/i PAPATAR hari ini seperti sebuah bahtera yang lama tidak dioperasikan dan Gen-PAPATAR hadir dengan semangat yang membara untuk bangkit dan berkarya dimulai dari kaum muda. Sebagai bukti awal, Seminar Pembangunan SDM akan menjadi media bagi mereka kaum muda juga Pemerintah untuk lebih semangat lagi untuk membangun prestasi, karya dengan rasa peduli yang tinggi demi PAPATAR yang dicita-citakan.

(bam/genPPT, Jumat, 3 Maret 2017)


Kamis, 02 Maret 2017

GEN PAPATAR MENUJU BERMENTALITAS UNGGUL

Dokumentasi : Gen-PAPATAR Bersama Rektor UHN Nommensen Medan (Dr. Ir. SABAM MALAU)



   Gen-PAPATAR | Generasi unggul adalah  generasi yang mampu mencurahkan setiap waktunya untuk berbagai aktifitas/kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi diri maupun lingkungannya.  Remaja yang notabene sebagai generasi penerus bangsa mempunyai tanggungjawab yang besar dalam meng”hitamputih”kan nasib bangsa ini untuk menjadikan bangsa yang semakin bermartabat. Membangun dan meningkatkan aktifitas yang bersifat ilmiah merupakan bagian terpenting bagi generasi muda didalam mengisi sendi kehidupannya baik dalam komunitas formal maupun dilingkungannya.  Dengan terciptanya budaya ilmiah dikalangan generasi muda dipastikan akan menjadi solusi terbaik generasi bangsa ini menjadi generasi yang cerdas dalam berilmu pengetahuan dan santun dalam berperilaku.

    Fakta mengenai kondisi generasi muda bangsa yang dewasa ini sangat memprihatinkan, dari secara umum mulai  tawuran antar pelajar bahkan antar mahasiswa, maraknya narkoba dikalangan remaja dari mulai  pemakai, pencandu, pengedar bahkan ada yang sudah “berhasil” menjadi bandar, meningkatnya jumlah remaja yang melakukan seks pra nikah yang simultan dengan meningkatnya aborsi, membumbungnya perokok dikalangan remaja, maraknya kasus kriminalitas yang pelakunya adalah kalangan remaja  dan rendahnya kepedulian remaja terhadap pendidikan sudah saatnya dihentikan (ditekan seminimal mungkin) dan secara khusus di PAPATAR yang kamimlihat melalui sedikit riset adalah mayoritas dari kalangan generasi muda bingung untuk melangkahkan kai setelah tamat SMA/SMK. Yang terjadi adalah “Eme namasak digagat ursa, I na masa I ni ula”artinya pergantian estafet SDM di PAPATAR dari dulu sampai sekarang hampir tidak menunjukkan peningkatan.
   
   Generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa harus menjadi garda terdepan dalam membasmi dan mencegah penyakit remaja tersebut membudayakan hal-hal yang bersifat keilmuan seperti membaca, menulis, berdiskusi, aktif dalam berbagai forum/organisasi ilmiah dan menjadi student center learning dilingkungan pendidikan dan yang lebih tepat saat ini adalah pendampingan langsung baik dari Pemerintah juga melalui kesatua-kesatuan para pemuda-Mahasiswa. Dengan menyibukan diri pada berbagai aktifitas positif diatas, generasi muda diharapkan menjadi generasi bangsa yang cerdas, berwawasan dalam ilmu pengetahuan dan menjadi SDM yang unggul dalam berbagai bidang. Inilah generasi muda bangsa yang akan menjadikan bangsa ini bermartabat dan disegani bangsa lain.

Adapun yang menjadi sorotan kami dalam melaksanakan kegiatan ini adalah
1.    Melanjut ke jenjang Penguruan Tinggi
a.    Apa itu Perguruan Tinggi?
b.    Mengapa perlu melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi?
c.    Dimana Perguruan Tinggi?
d.   Bagaimana persiapan untuk Melanjut ke Perguruan Tinggi?


2.    Merantau
a.    Apa itu merantau?
b.    Mengapa merantau?
c.    Kapan saatnya untuk merantau?
d.   Dimana tempat merantau?
e.    Bagaimana strategi merantau?

3.    Berkarir di kampung
a.    Apa itu “berkarir di kampung”?
b.    Mengapa di kampung?
c.    Kapan waktunya untuk berkarir di kampung?
d.   Bagaimana strategi berkarir di kampung?



"BAIK MENJADI PEKERJA-AKAN LEBIH BAIK MENJADI PENCIPTA LAPANGAN KERJA"
*(Sabam Malau 

   

Senin, 27 Februari 2017

GUNUNG EMAS BERJUBAH DURI.


Karya Tulis AZARI TUMANGGOR


Di lembah dolok pinapan sore itu,
Kita berduka.
Dinginnya embun, 
Meratap pilu membuat hati kita membeku.

Apa ada lagi yang lebih indah dari sejarah?
Tentang lukisan gunung emas kita, yang terkenal di Eropa?

Bahkan burung bernyanyi, 
Hutan kita punya jati, untuk rumah kokoh sekuat baja.
Namun apa ada yang lebih indah dari mimpi?
Merajut sejuk diantara terik, 
Mengikat harap disaat pelik?
Kita sedang berduka.

Hari itu di Dolok Sanggul, seorang anak baru saja berhenti.
Dari rangkaian doa dan harapan.
Dari kemunafikan pejabat tentang “manusia”.
Apakah akan diperpanjang ke rumah kita?

Hai anak muda!!
Apa itu begitu lucu bagimu?
Tentang seorang anak tak sekolah. 
Ayah keriput menanggung lelah,
Melintasi gunung untuk mencari haminjon?
Seorang ibu sedang menajak kehampaan, untuk dijadikan beras.
Seingatku, mereka tak mengenal kota.

Rabu, 22 Februari 2017

CERITA LUCU : LEGISLATIF KELAS EKONOMI



EKSEKUTIF KELAS EKONOMI
(Hanya untuk hiburan semata ; foto hanya ilustrasi)

Cerita saya tulis ulang.
Pernah saya dengar dari sahabat saya putra asli PAPATAR (Pakkat-Parlilitan-Tarabintang, Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan, kecamatan ini bukan berada pada titik terluar atau terpinggir Bangsa ini, namun kondisinya pas seperti yang dituliskan dalam program Nasional saat ini SM3T itu.

Nah, kembalilah pada ceritanya. Disuatu kesempatan seorang pejabat yang merupakan pengemban jabatan wakil rakyat di tingkatan Kabupaten dalam perjalanan ke Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta untuk mengikuti acara pelantikan kepengurusan Partai Politiknya.

Dari kediamannya dia diantar saudaranya ke salahsatu Bandara di daerah Tapanuli. Singkat cerita, karena memang si wakil rakyat ini tidak bercerita dalam perjalanan ke bandara. Dia tertidur pulas waktu itu, entah dia kelelahan mengurusi rakyat atau mungkin sudah kebiasaanya dalam hal tifur-tiduran ini.

Tibalah di bandara, dia bangun dan langsung menuju bagian keberangkatan bandara, rupanya tiket perjalanannya sudah di booking online kian. Petugas bandara mengumumkan keberangkatan dan kembali me-recall semua penumpang maskapai. Seluruh penumpangpun memasuki pesawat. Si wakil rakyat langsung mengambil inisiatif untuk mengambil tempat duduknya. Dia biasa mandiri mungkin. Salah seorang petugas penerbangan waktu itu menghampirinya mungkin itu adalah pramugari.

Dengan santun pramugari ini menyapa, "Permisi, Pak"
si wakil rakyat menjawab lugas,"Iya... Ada apa?".
"Maaf bapak, kami ingin menyampaikan...".
"Iya, apa itu?", potong si wakil rakyat.
"Kami ingin menyampaikan, kalau tempat yang bapak duduki adalah untuk kelas Eksekutif. Dari tiket bapak tadi kami lihat, bapak itu di kelas...".
Si wakil rakyat ini langsung memotong," oh iya.. Jadi kalau Kelas LEGISLATIF dimana biar kesana saya. Tolong tas kecil, dan barang saya di amankan, ya!".

Si pramugari kebingungan belum sempat melanjutkan penjelasannya.....

#Bersambung